Senin, 19 Agustus 2013

Jamu untuk Dunia

Oleh Hendry Noer Fadlillah

Sumber gambar
Nenek moyang bangsa Indonesia, sesungguhnya memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang luar biasa.  Banyak warisan yang kita peroleh saat ini bernilai sangat tinggi, mulai dari batik, kuliner, hingga jamu.  Khusus jamu, secara turun-temurun telah dibuktikan keahlian para leluhur kita dibidang pengetahuan dan formulasi obat.  Dalam perjalanannya lah, generasi penerus tidak mampu merawatnya hingga tergerus oleh obat-obat modern yang ada saat ini.

Seiring dengan perkembangan yang ada, dimana banyak konsumen dunia yang mulai mencari produk-produk alami, termasuk pengobatan dan pangan, kini obat-obat alami -yang umumnya berasal dari bahan alami, mulai mendapat perhatian.  Jadi jamu, yang merupakan obat tradisional khas Indonesia, tidak bisa dipandang sebelah mata lagi.  Bahkan World Health Organization (WHO) pada 2002 secara khusus meluncurkan strategi untuk pengembangan obat tradisional seperti jamu, untuk mengeksplorasi potensinya dalam mendukung kesehatan manusia, termasuk dalam meminimalkan risiko dan penyalahgunaan obat atau praktek pengobatan tradisional.
Sumber gambar
WHO (2008) mendefinisikan obat tradisional sebagai keseluruhan dari pengetahuan, keahlian, dan praktek berdasarkan teori, kepercayaan, dan pengalaman indigenous dari berbagai budaya yang dapat digunakan untuk menjaga kesehatan, baik untuk mencegah, mendiagnosa, memperbaiki, atau mengobati sakit fisik maupun mental.  Obat tradisional tersebut dapat diadopsi oleh populasi lain (di luar masyarakat budaya asalnya) sebagai obat pelengkap atau alternatif.
Semakin populernya obat tradisional, terlihat dengan ramuan obat-obat Cina (atau lebih dikenal dengan traditional Chinese medicine) dan Korea yang makin mendunia. Dan sudah tercatat lebih dari 100 negara memiliki regulasi seputar obat tradisional.  Hal ini tentu juga menjadi peluang bagi jamu untuk berkontribusi dalam mendukung kesehatan masyarakat dunia.
Sumber gambar
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/Menkes/Per/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan, Pemerintah berupaya mendorong penguatan strategi pembuktian empiris jamu.  Namun demikian, selain payung hukum, Pemerintah juga perlu mendorong industri untuk lebih melirik dan mengembangkan jamu.  Sebab dengan industrialisasi jamu, sangat dimungkinkan diperoleh produk yang lebih terstandar, praktis, dan modern.  Jika hal tersebut tercapai, maka dengan sendirinya akan menggerakkan ekonomi masyarakat, termasuk dengan lebih berdayanya pengusaha-pengusaha kecil melalui program kemitraan.
Namun demikian, WHO (2008) mencatat beberapa tantangan dalam pengembangan obat tradisional, termasuk dalam memperkenalkan jamu ke dunia internasional.  Berikut beberapa diantaranya:

Beragamnya diversitas internasional
Obat tradisional berkembang berdasarkan budaya dan kekayaan alam masing-masing daerah.  Bahkan dalam satu negara, bisa terdapat ragam jenis yang sangat banyak.  Oleh sebab itu, menjadi tantangan tersendiri dalam penetapan standar internasional dan juga studi empiris terhadap populasi tertentu.

Kebijakan dan regulasi nasional
Tidak semua negara memiliki kebijakan dan regulasi yang jelas untuk obat-obat tradisional.  Selain itu, aturan dan definisinya pun cukup beragam.  Sebagai contoh, ada produk herbal yang bisa didefiniskan sebagai obat, suplemen, dan pangan.  Akibatnya, perdagangan internasional obat tradisional agak terhambat.  Oleh sebab itu diperlukan harmonisasi.

Keamanan, efektivitas, dan mutu
Salah satu kelemahan utama dari obat tradisional, termasuk jamu, adalah rendahnya bukti ilmiah, baik untuk khasiat maupun keamanannya.  Diperlukan penelitian yang kompleks untuk mengevalusi obat tradisional.  Hal terpenting lainnya adalah penyusunan standar untuk memberikan jaminan mutu dan keamanan bagi konsumen.  Penyusunan standar juga sangat penting untuk membedakan produk yang asli dengan yang dipalsukan (adulterated). 

Pengetahuan dan ketersediaan bahan baku
Sebagian besar bahan baku jamu dan obat lain adalah herbal dan rimpang.  Saat ini, masih terdapat keterbatasan pengetahuan tentang budi daya, khasiat, dan komponen-komponen penyusunnya.  Oleh sebab itu, perlu digalakkan kembali pemuliaan tanaman obat keluarga (TOGA) dan juga mengeksplorasi pengetahuan bahan terkait dengan herbal dan rimpang yang diduga mengandung manfaat.  Pemahaman terhadap pengetahuan bahan juga terkait dengan interaksi dan kemungkinan adanya komponen toksik di dalamnya.  Sebab alami belum tentu aman.  Tetap diperlukan studi dan bukti ilmiah.

Oleh sebab itu, memperhatikan tantangan-tantangan tersebut, Indonesia perlu meningkatkan kompetensi dalam pengembangan jamu.  Kompetensi yang dimaksud meliputi keahlian budi daya, penguasaan terhadap bahan baku, keahlian teknologi, bukti ilmiah, dan lainnya.  Jika konsisten, bukan tidak mungkin jamu bisa bersaing dengan obat modern yang ada saat ini dan membantu dunia dalam meraih hidup sehat yang lebih baik.  Sebab beberapa penelitian menunjukkan potensi dalam mengatasi beberapa penyakit utama yang melanda dunia.  Sebagai contoh penelitian yang dilakukan Batubara, I., dkk (2010) tentang kandungan antioksidan dari bebarapa tanaman obat Indonesia.  Antioksidan sangat penting dalam menetralkan radikal bebas, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, penuaan dini, dan lainnya. 

Referensi

[WHO] World Health Organization. Traditional Medicine.  Diunduh pada 01 Agustus 2013. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/index.html

Batubara, I., L.K. Darusmam., T. Mitsunaga., M. Rahminiwati., E. Djauhari. 2010. Potency of Indonesian Medicinal Plants as Tyrosinase Inhibitor and Antioxidant Agent.  Journal of Biological Sciences 10(2): 138-144. Diunduh pada 01 Agustus 2013 http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal/146-potency-of-indonesian-medicinal-plants-as-tyrosinase-inhibitor-and-antioxidant-agent

Referensi Gambar





Tidak ada komentar:

Posting Komentar